Secara harfiah, pengertian warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Namun warna-warni yang sering kita jumpai dalam keseharian kita pada dasarnya adalah gabungan dari 3 material dasar warna primer yakni merah, hijau, dan biru.
Warna dan anak-anak masing-masing memiliki elemen yang terikat. Benda-benda yang mimiliki bentuk yang unik, warna yang mencolok, atau bahkan warna pastel yang lembut akan menjadi warna kesukaan mereka hingga dewasa yang juga dapat menggambarkan sisi kepribadiannya. Tapi benarkah jika warna juga sangat berpengaruh pada psikologis mereka?
Penelitian mengenai keterkaitan antara warna dengan perkembangan psikologis anak telah dilakukan oleh beberapa ahli psikologi di Amerika di tahun 1993 oleh Lang, dan tahun 1996 oleh Hemphill dan Mahnke. Hasil dari penelitian tersebut mengakui bahwa memang ada hubungan antara warna dengan pengaruhnya pada emosi anak, walaupun masih meragukan yang didasari oleh kultur manusia yang berbeda mengenai anak. Meski demikian, Departemen Pengembangan Anak di California State University Fullerton juga pernah melakukan studi tentang warna dan asosiasi terhadap emosial anak. Studi tersebut dilakukan dengan menggunakan percobaan atau tes kepada anak-anak usia 5-6 tahun untuk memilih warna yang mereka sukai dari 9 jenis warna yang diberikan. Hasilnya, sebanyak 69% dari mereka memilih warna yang cerah yang dapat diartikan sebagai ungkapan kebahagiaan, keceriaan, serta kegembiraan. Warna tersebut diantaranya biru, pink, dan merah. Sebagian lain ada pula yang memilih warna gelap seperti hitam, abu-abu serta cokelat yang dijadikan sebagai ekspresi kesedihan atau emosi negatif.
Bagi anak-anak, warna adalah sesuatu yang mereka lihat pertama kali. Misalnya, ketika sedang berbelanja disebuah toko alat tulis, mereka seketika tertarik pada crayon atau buku atau mainan yang memiliki warna menarik saat pertama kali dilihat. Warna ini diterjemahkan oleh mata mereka menjadi sesuatu yang sangat berbeda sehingga ada kemauan untuk menyentuh atau melihat secara langsung benda yang mereka inginkan tersebut. Ketika menggambar atau mewarnai, anak-anak juga akan cenderung menggunakan warna yang secara acak kontras dengan lembar kertas polos sebagai media mewarnainya. Sangat natural, bukan?
Meski demikian, tak hanya pada anak, orang dewasa pun kerap mengaitkan warna terhadap situasi emosi yang tengah dirasakan. Misalnya, warna hitam karena tengah berduka, warna cerah karena sedang bahagia, dan warna biru karena ingin mendambakan suatu ketenangan. Ekspresi yang ditimbulkan dari kesan terhadap warna yang mereka sukai juga dapat menjelaskan perasaan. Itulah sebabnya mengapa warna dan psikologi sangat erat berkaitan.